novel



Mozaik  1
Lebaran kelabu

Hanya butuh lima menit, untuk aku segera mengetahui apa yang terjadi, setelah kepura-puraan mereka yang mereka pikir akan menenangkanku. Saat itu aku masih sangat bodoh untuk memahami apa yang terjadi.  Saat semua diam dalam tangis, aku cuma duduk termenung, setelah aku pikir, mungkin akan biasa saja rasanya hidup tanpa dia, yang aku pikirkan saat itu adalah bagaimana bisa aku bertemu dengan dia lagi? ,lalu bagaimana bisa aku bertemu dengan dia lagi?  Lalu bagaimana jika bapak disana gelap? Tiada berkawan? Dan aku? Siapa yang akan membelaku? Siapa yang akan menggendongku lagi ketika aku menangis? Tanpa sadar, aku meneteskan air mata.

Lebaran tahun 2003 adalah lebaran yang paling tak bisa kulupakan, disaat semua bahagia dalam hari kemenangan, keluargaku menerima cobaan ini.  Saat itu aku biasa saja melihat bapak terbungkus kain putih, ya,, laki-laki yang selalu menyayangiku, yang ikhlas membuka matanya berjam-jam, berlelah-lelah demi aku dan adikku, kini hanya terdiam.  Hatiku teriris melihat bapak.  Ya, apa yang ditampakkan oleh wajah kadangkala tidak seperti apa yang diasakan dalam hati.  Kehilangan barangkali mampu menaklukan hati setangguh apapun.  Kulihat kakekku yang selalu tegar, bersedekap dengan mata menerawang.

Seluruh keluargaku hadir, lebaran tahun itu mungkin lebaran dengan tamu terbanyak sepanjang hidupku, mereka yang datang kebanyakan menangis, bukan karena haru meminta maaf, namun tema lebaran tahun itu adalah menangis kehilangan. Dan diantara mereka aku pikir akulah manusia yang kehilangan saat itu.

Hari berikutnya guru-guru dan teman –teman SD ku datang melayat , mereka yang datang selalu menasehatiku supaya sabar, tabah dengan apa yang terjdi, seolah hanya aku yang menderita dan mereka adalah manusia yang bebas kesedihan.  Aku tak banyak menangis saat itu, pikiranku terlalu penuh, disesaki oleh pertanyaan-pertanyaan tentang bapak, manusia tercengeng dirumahku saat itu adala ibu, ya, saat itu ibu sangat cengeng ibu menangis sepanjang hari, bahkan ibu lebih cengeng dari adikku yang masih berumur 4 tahun,ya dia hanya diam tanpa memahami apa yang terjadi. Mata ibu sembab, ibuku yang cantik tidak nampak lagi saat itu..... (to be continued)

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.